Welcome

Assalamu'alaikum, selamat datang di Blog saya, semoga artikelnya jadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal jariyah untuk penulis, aamiin. Terimakasih atas kunjungannya

Pedoman Penulisan Resep Yang Rasional

Anda datang ke klinik menemui dokter mengeluhkan kondisi kesehatan yang memburuk, setelah 2-3 kalimat keluhan anda,dokterpun menuliskan resep dan cling selesai, tunggu obat dan bayar. Apakah pengobatan khususnya penulisan resep sesederhana itu? oke, pengen tahu bagaimana sebenarnya tahapan proses penulisan resep yang baik dan rasional? yuk baca terus.

Contoh Kasus Pasien 1 :
Perhatikan kasus diruang praktek dokter keluarga ini. Seorang supir taksi berusia 52 tahun mengeluh nyeri tenggorokan dan batuk disertai salesma sejak 2 minggu sebelumnya. Bersinnya sudah hilang, tetapi tetap batuk-batuk terutama malam hari. Ia perokok berat yang sudah sering dianjurkan untuk menghentikan kebiasaannya. Pada Anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut tidak ditemukan kelainan selain tanda radang tenggorokan. Dokter itupun kembali menasihatinya untuk berhenti merokok dan menulis resep berisi kodein 10 mg, 3 kali sehari untuk 3 hari.

Berdasarkan contoh kasus pasien diatas maka proses penulisan resep yang baik dan rasional terdiri dari 6 langkah berikut :

1) Langkah 1 : Tetapkan masalah Pasien
Pasien tadi dapat dikatakan menghadapi masalah batuk kering yang lama dan sakit tenggorokan. Inilah gejala yang merisaukan pasien tetapi dokter harus melihatnya lebih jauh lagi. Masalah pasien ini dapat diterjemahkan kedalam diagnosis kerja 'batuk kering selama 2 pekan setelah serangan selesma'. Makasedikitnya ada 3 kemungkinan penyebab. Yang paling mungkin adalah bahwa mukosa saluran nafas (bronkus) meradang akibat salesma sehingga mudah mengalami iritasi. Infeksi sekunder setelah salesma adalah kemungkinan kedua (tetapi tidak ada demam dan sputum yang purulen). Kemungkinan yang lebih kecil lagi adalah tumor paru, walau ini perlu dipertimbangkan bila batuknya menetap.

2) Langkah 2 : Tentukan tujuan terapi
Perangsangan saluran nafas yang terus menerus adalah penyebab batuk yang paling mungkin. maka tujuan terapi yang pertama adalah menghentikan iritasi dengan menekan refluks batuk yang memungkinkan pulihnya membran saluran nafas.

3) Langkah 3 : Teliti cocok tidaknya terapi-P (Pribadi) Anda untuk pasien ini
Anda sudah menetapkan terapi-P yang paling manjur, aman, cocok dan murah untuk batuk kering, tetapi kini anda harus meneliti apakah terapi yang demikian cocok untuk pasien anda yang satu ini: apakah terapi ini manjur dan aman untuk sang supir taksi?
Ada beberapa alasan mengapa dalam kasus diatas nasihat tidak dapat dipilih. Pasien ini tampaknya sulit menghentikan kebiasaan merokoknya dan lebih penting lagi, ia seorang supir taksi yang tidak mugkin menghindari debu jalanan dalam pekerjaannya. dengan demikian, walau nasihat tetap diberikan, anda harus mempertimbangkan obat-P dan menilik cocok-tidaknya, manjurkah, lalu amankah?
Kodein adalah antitusif yang baik dan dapat diminum beberapa kali sehari. namun dalam masalah keamanan karena pasien adalah supir taksi dan kodein memiliki sedikit efek sedasi, karena itu ada baiknya mempertimbangkan antitusif lain yang tidak menimbulkan kantuk.
Antitusif narkotik lainnya, Noskapin misalnya menimbulkan efek samping serupa. Antitusif antihistamin bahkan lebih bersifat aedatif dan mungkin kurang efektif. karena itu kita tentu berkesimpulan bahwa mungkin lebih baik tidak memberi obat apapun. tetapi kalau kita menganggap diperlukan juga obat. ,aka kodein tetap pilihan terbaik, asalkan dalam dosis yang serendah mungkin dan penggunaan sesingkat mungkin.

4) Langkah 4 : Mulailah pengobatan
Pertama berikanlah nasihat berikut penjelasan mengapa nasihat itu harus dipatuhi. jelaskan secara singkat dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pasien. kemudian anda menulis resep : R/ Kodein 10 mg; 10 tablet, 3 kali sehari; paraf,nama; usia; dan alamat pasien.

5) Langkah 5: Berikan penjelasan tentang obat, cara pakainya, dan peringatan
Pasien perlu mendapatkan penjelasan bahwa kodein dapat menekan refluks batuk, bekerja dalam 2-3 jam, mungkin menimbulkan sembelit, dan menimbulkan kantuk bila diminum terlalu banyak atau jika dia minum minuman keras. Pasienpun harus dipesankan untuk datang kembali bila batuknya tidak hilang dalam sepekan atau apabila dia mengalami efek samping. Akhirnya ia harus diingatkan untuk meminum obatnya sesuai dengan aturan dan tidak minum minuman keras. Untuk meyakinkan pasien mengerti, ada baiknya memintanya untuk mengulang penjelasan anda dengan kata-katanya sendiri.

6) Langkah 6 : Pantau (hentikan) pengobatan
Bila pasien tidak datang kembali berarti dia mungkin sembuh. Bila ia belum sembuh tetapi tidak kembali kepada anda ada 3 kemungkinan :
  1.  Pengobatan tidak manjur
  2.  pengobatan tidak aman misalnya karena efek sampingnya tidak dapat diterima
  3.  Pengobatan tidak nyaman misalnya cara pakainya sulit, atau rasa obat tidak enak. mungkin juga ketiga hal itu terjadi sekaligus.

Bila pasien tidak sembuh anda harus mengkaji ulang apakah diagnosis, pilihan terapi, pemantauan terapi sudah benar, juga apakah obat diminum sesuai aturan. Jadi mulailah lagi dari langkah awal. kadang memang masalahnya tidak terselesaikan. Misalnya pada penyakit kronis semacam hipertensi, yang harus anda lakukan adalah tetap memantau pengobatan dan meningkatkan kepatuhan pasien minum obat. Pada keadaan lain, anda harus mengganti obat karena tujuan pengobatan berubah dari sifat kuratif ke paliatif seperti pada kasus kanker lanjut atau AIDS.

Kesimpulan :
Jelaslah apa yang tampak sebagai konsultasi sederhana selama beberapa menit sebenarnya merupakan proses analisis profesional yang cukup rumit. yang tidak boleh anda lakukan adalah meniru tindakan seperti dokter diatas dan mengingat bahwa setiap batuk kering harus diobati dengan obat yang sama karena tidak selalu demikian keadaannya. Sebaliknya anda harus melatih diri untuk menerapkan kaidah 6 Langkah seperti yang dijelaskan diatas. Semoga bermanfaat.


Sumber :
Pengarang T.P.G.M de Vries Dkk
Diterjemahkan dr Zunilda S. Bustami, MS. 1998. Pedoman Penulisan Resep/WHO Hal.6-12. Bandung: Penerbit ITB


No comments: