Gambar I Struktur Natrium benzoat
Ilmu Farmasi : Natrium benzoat (C7H5NaO2) mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak
lebih dari 100,5% C7H5NaO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Berbentuk granul atau serbuk hablur, putih,
tidak berbau, atau praktis tidak berbau, stabil di udara. Kelarutannya mudah
larut di air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol
90%. Simpan dalam wadah tertutup baik (DepKes RI, 1995:584).
Natrium
benzoat atau kalium benzoat lebih banyak digunakan karena lebih mudah larut.
Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti
sari buah minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap
dan lain-lain. Untuk pembuatan saos konsentrasi yang digunakan yaitu 0,15-0,25%
(Wade, 1994:459-461)
Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan mikroba
adalah dengan menambahkan zat pengawet ke dalam makanan tersebut. Pengawet merupakan
zat yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan meningkatkan umur
simpan. Kemampuan suatu zat pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroba
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi zat pengawet, jenis,
jumlah, umur dan keadaan mikroba, suhu, waktu, dan sifat-sifat kimia serta
fisik dari makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan komponen yang ada di
dalamnya (Fardiaz, 1982).
Menurut Winarno (1986), asam benzoat merupakan bahan pengawet yang
sering digunakan pada bahan makanan yang bersifat asam, karena kelarutannya
lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam.
Tranggono (1989) menyatakan benzoat berfungsi untuk memperpanjang
umur simpan suatau makanan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba oleh
karena itu benzoat sering juga disebut sebagai senyawa anti mikroba.
Natrium benzoat merupakan
garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan pada bahan makanan.
Natrium benzoat memiliki karakteristik stabil, tanpa bau, berbentuk kristal
putih, larut air dan etanol (Kabara dan Eklund, 1991). Di dalam bahan pangan,
natrium benzoat akan terurai menjadi bentuk aktifnya yaitu asam benzoat (DeMan,
1997).
Pengawet yang digunakan adalah asam benzoat atau sodium benzoat. Senyawa
ini dapat menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri. Efektivitas fungsi
senyawa benzoat dapat bertambah jika produk yang dibuat mengandung garam dan
gula pasir. Penggunaan pengawet ini diperbolehkan digunakan dalam jumlah
tertentu. Pada produk makanan senyawa benzoat hanya boleh digunakan dengan
kisaran konsentrasi 400-1000 mg/kg bahan (Hambali, Suryani, dan Ihsanur,
2007:21).
Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat
dalam beberapa tumbuhan dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti
jamur untuk mengawetkan makanan. Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan
kapasitas buffer diet, dan setelah itu akan meningkatkan keasaman dari urin
(Mroz et al., 2000).
Penambahan benzoat dalam minuman ringan dengan
konsentrasi tidak lebih dari 0.1% tidak membahayakan tubuh (Splittoesser,
1981). Tubuh manusia mampu melakukan proses detoksifikasi terhadap asam
benzoat. Melalui reaksi antara asam benzoat dengan asam amino glisin, maka akan
terbentuk asam hipurat. Asam hipurat akan dibuang oleh tubuh misalnya melalui
urin (Winarno, 1997).
Na-benzoat efektif digunakan pada pH 2.5 sampai 4.
Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan
mekanisme anti mikroba berada dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi
(Winarno dkk., 1980).
Mekanisme kerja asam
benzoat atau garamnya berdasarkan pada permeabilitas membran sel mikroba
terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba
mempunyai pH yang selalu netral. Bila pH sitoplasma mikroba menjadi asam atau
basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme
terhambat dan akhirnya sel mati. Membran sel mikroba hanya permeabel terhadap
molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka untuk mendapatkan efektivitas yang
tinggi sebaiknya asam-asam tersebut digunakan dalam lingkungan asam. Hal ini
juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam-asam organik terurai menjadi
ion-ionnya (Winarno dan Sri Laksmi, 1974).
Batas atas benzoat yang diijinkan dalam makanan 0,1%
di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara
0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5%
(Ibekwe dkk., 2007).
Sodium benzoat diproduksi dengan menetralisasi
dari asam benzoat dengan sodium hidrosida. Dunia mulai memproduksi sodium
benzoate tahun 1997 yang diperkirakan sekitar 55000-60000 ton. Produsen sodium
benzoat terbesar adalah Netherlands, Estonia, Amerika Serikat, dan Cina.
Walaupun tidak disosialisasikan asam benzoat agen yang efektif untuk
antimikroba untuk tujuan pengawetan, sodium benzoat lebih disukai dalam
penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat.
Sekitar 0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan
untuk diawetkan dan disesuaikan ke pH 4,5 atau dibawahnya. Pasar utama dari
sodium benzoat adalah dalam pengawetan soft
drink, minuman sirup fruktosa jagung yang tinggi, sodium benzoat jarang
digunakan sebagai pengawet dalam acar, saus, dan jus buah. Sodium benzoat juga
digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan pemeliharaan (batas atas 1,0%
dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam perlakuan dari pasien dengan
peredaran urea enzymopathies
(Wibbertmann et al., 2000).
Asam benzoat dan garamnya mempunyai aktivitas
antimikroorganisme tergantung pada pH dan substrat, karena pH substrat sangat
menentukan jumlah asam yang terdisosiasi. Pada pH 2,19 asam yang tidak
terdisosiasi adalah 99%, pada pH 4,2
asam yang tidak terdisosiasi adalah 50%. Natrium benzoat sebagai
antimikroorganisme berperan dalam mengganggu permeabilitas membran sel. Asam
benzoat mempunyai pH optimal untuk menghambat mikroorganisme yaitu pH 2,5-4,0.
Asam benzoat dan natrium benzoat digunakan untuk menghambat pertumbuhan khamir
dan bakteri tetapi kurang efektif untuk kapang (Afrianti, 2010:57).