Kegiatan Teknis dan Non Teknis Kefarmasian di Apotek, Pengadaan, perencanaan, penyimpanan,
pengelolaan narkotika, pengelolaan psikotropika, Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi, dan administrasi pelayanan di apotek
A.
Kegiatan Teknis
Kefarmasian
Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan lainnya yang
meliputi kegiatan:
1.
Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi
sesuai peraturan perundang-undangan.
2.
Penyimpanan
a.
Obat atau bahan obat harus
disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat
dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.
b.
Semua bahan obat harus disimpan
pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
3.
Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi
perlu memperhatikan:
a.
pola penyakit,
b.
kemampuan masyarakat,
c.
budaya masyarakat, dan
d. Pola
penulisan resep oleh dokter sekitar.
4.
Pengelolaan Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang
narkotika, narkotika dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Narkotika sangatlah bermanfaat dan
diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan serta pengembangan ilmu
pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang dapat merugikan
pemakai apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
seksama. Narkotika sering digunakan dengan cara maupun tujuan yang salah. Oleh
karena itu, perlunya diadakan pengawasan terhadap penggunaan narkotika yang
meliputi pembelian, penyimpanan, penjualan, administrasi serta penyampaian
laporannya.
Dalam rangka mempermudah pengawasan
penggunaan Narkotika di wilayah Indonesia maka Pemerintah menetapkan PT. Kimia
Farma sebagai satu-satunya perusahaan yang diizinkan untuk memproduksi,
mengimpor dan mendistribusikan narkotika di Indonesia (12).
Pengelolaan narkotika meliputi
kegiatan:
a.
Pemesanan narkotika.
Pemesanan
narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma.
Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat
pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan narkotika menggunakan satu
surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek (13).
b.
Penyimpanan narkotika
Narkotika
yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (1).
Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 5, yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)
Harus seluruhnya terbuat dari
kayu atau bahan lain yang kuat.
2)
Harus mempunyai kunci ganda
yang kuat.
3)
Dibagi menjadi 2 bagian,
masing-masing bagian dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan
untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika,
sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai
sehari-hari.
4)
Apabila tempat tersebut
berukuran 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok dan
lantai.
Selain
itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/I/1978 dinyatakan
bahwa:
1)
Apotek harus menyimpan
narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan
Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan baik.
2)
Lemari khusus tidak boleh
dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan
oleh Menteri Kesehatan.
3)
Anak kunci lemari khusus
dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang diberi kuasa.
4)
Lemari khusus diletakkan di
tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum
c.
Pelayanan resep mengandung
narkotika
Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan
resep dokter dengan ketentuan berdasarkan surat edaran balai POM No.
336/EE/SE/1977 antara lain dinyatakan:
1)
Sesuai dengan bunyi pasal 7
ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang
melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru
dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
2)
Untuk resep narkotika yang baru
dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan
resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep aslinya.
3)
Salinan resep dari resep
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh
karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep
yang mengandung narkotika.
d.
Pelaporan narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14
ayat (2) dinyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan
dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan tersebut meliputi
laporan pemakaian narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin. Laporan
harus di tandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan SIK,
SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan RI Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan kepada:
1)
Kepala Dinas Kesehatan.
2)
Balai Besar POM.
3)
Penanggung jawab narkotika PT.
Kimia Farma Tbk.
4)
Arsip.
Laporan yang ditandatangani oleh APA
meliputi:
1)
Laporan penggunaan sediaan jadi
narkotika.
2)
Laporan penggunaan bahan baku
narkotika.
3)
Laporan khusus penggunaan
morfin dan petidin.
Laporan narkotika tersebut dibuat
setiap bulannya dan harus dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya (14).
e.
Pemusnahan narkotika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.28/MENKES/PER/I/1978 Pasal 9 disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau
APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat (15).
Berdasarkan Undang-Undang No. 22
Tahun 1997 tentang narkotika disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan
dalam hal:
1)
Diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam
proses produksi.
2)
Kadaluarsa.
3)
Tidak memenuhi syarat lagi
untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
4)
Berkaitan dengan tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang
No. 22 Tahun 1997, pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang
atau badan usaha yang bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran
narkotika, sarana kesehatan tertentu serta lembaga ilmu pengetahuan dengan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan RI. Pelaksanaan
pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan pada apotek
adalah sebagai berikut:
1)
Bagi apotek di tingkat
propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh petugas dari Balai POM
setempat.
2)
Bagi apotek di tingkat
Kabupaten/Kota pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.
Pemegang izin khusus atau apoteker
pengelola apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan
paling sedikit 3 rangkap. Berita acara pemusnahan tersebut memuat:
1)
Hari, tanggal, bulan dan tahun
pemusnahan.
2)
Nama pemegang izin khusus atau
apoteker pengelola apotek.
3)
Nama seorang saksi dari
pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
4)
Nama dan jumlah narkotika yang
dimusnahkan.
5)
Cara pemusnahan.
6)
Tanda tangan penanggung jawab
apotek dan saksi-saksi
f.
Pelanggaran terhadap ketentuan
pengelolaan narkotik
Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
disebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan
pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan,
yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara
kegiatan atau pencabutan izin
5.
Pengelolaan Psikotropik
Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Ruang lingkup pengaturan psikotropik dalam
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang
mempunyai potensi yang mengakibatkan ketergantungan.
Tujuan dari pengaturan psikotropika ini sama
dengan narkotika, yaitu:
a.
Menjamin ketersediaan
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.
Mencegah terjadinya
penyalahgunaan psikotropika.
c.
Memberantas peredaran gelap
psikotropika.
Kegiatan-kegiatan pengelolaan psikotropika
meliputi:
a.
Pemesanan psikotropika
Tata
cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat lainnya, yakni dengan surat
pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar
farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan khusus
dan dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika
tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2)
dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan
kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri dari satu
jenis obat psikotropika.
b.
Penyimpanan psikotropika
Sampai
saat ini, penyimpanan untuk
obat-obatan golongan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan. Namun, karena obat-obatan
psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan
obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus yang
terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus dikunci dan membuat kartu stok
psikotropika.
c.
Penyerahan psikotropika
Penyerahan obat golongan psikotropika
oleh apotek hanya dapat
diberikan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien bila disertai dengan resep dokter.
d.
Pelaporan psikotropika
Berdasarkan
UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan
catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib
melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Pelaporan psikotropika
dilakukan setahun sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan secara
berkala yaitu setiap tahun kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat dan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan.
e.
Pemusnahan psikotropika
Berdasarkan
UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika
dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam
proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan
psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang
ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan
tersebut memuat:
1)
Hari, tanggal, bulan dan tahun
pemusnahan.
2)
Nama pemegang izin khusus atau apoteker
pengelola apotek.
3)
Nama seorang saksi dari
pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
4)
Nama dan jumlah psikotropika
yang dimusnahkan.
5)
Cara pemusnahan.
6)
Tanda tangan penanggung jawab
apotek dan saksi-saksi
B.
Kegiatan Non Teknis
Kefarmasian
Pengelolaan non teknis kefarmasian, meliputi kegiatan:
1. Pencatatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2.
Administrasi pelayanan Pengarsipan resep, pengarsipan catatan
pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
No comments:
Post a Comment