Perundang undangan apotek; Pengertian, landasan hukum apotek,
persyaratan apotek, tugas dan fungsi apotek, permohonan izin apotek, perizinan apotek,
Pencabutan izin apotek
1.
Pengertian
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, yang dimaksud dengan apotek adalah
suatu sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang
dimaksud adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian juga meliputi
dalam pengadaan sediaan farmasi,
produksi sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, dan pelayanan dalam sediaan farmasi (7).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang dimaksud dengan
apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Menurut Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud
dengan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah
obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik (8).
Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi
yang bermutu baik. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek
merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasiannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
2.
Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan satu diantara sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang diatur dalam:
a.
Undang-undang No.36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
b.
Undang-undang No.35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
c.
Undang-undang No.5 Tahun 1997
tentang Psikotropika.
d.
Peraturan Pemerintah No. 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
e.
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
f.
Peraturan Pemerintah No. 41
tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No.184/MENKES/PER/II/1995.
g.
Peraturan Pemerintah No.25
tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 mengenai Apotek.
h.
Peraturan Menteri Kesehatan
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
i.
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/MENKES/ SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
j.
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
3.
Persyaratan Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apoteker (SIA). Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu
tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek
adalah:
a.
Untuk mendapat izin apotek,
apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah
memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain.
b.
Sarana apotek dapat didirikan
pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan
farmasi.
c.
Apotek dapat melakukan kegiatan
pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan farmasi (9).
Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu
apotek, antara
lain:
a.
Tenaga Kerja/Personalia Apotek
Menurut Permenkes No. 889 tahun 2011, Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpat jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002, personil apotek terdiri dari:
1)
Apoteker Pengelola Apotek
(APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA).
2)
Apoteker Pendamping adalah
Apoteker yang bekerja di Apotek di samping APA dan atau menggantikan pada
jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
3)
Apoteker Pengganti adalah
Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih
dari 3 bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan
tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain.
4)
Asisten Apoteker adalah mereka
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di
apotek terdiri dari:
1)
Juru resep adalah petugas yang
membantu pekerjaan Asisten Apoteker.
2)
Kasir adalah orang yang
bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.
3)
Pegawai tata usaha adalah
petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembeian,
penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek (9).
b.
Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Setiap tenaga
kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
1)
SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di
fasilitas pelayanan kefarmasian;
2)
SIPA bagi Apoteker pendamping di
fasilitas pelayanan kefarmasian;
3)
SIK bagi Apoteker yang melakukan
pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran (7).
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP
RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang
Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat
diperoleh jika seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)
Memiliki
Ijazah Apoteker.
2)
Memiliki
sertifikat kompentensi apoteker.
3)
Surat
pernyataan telah mengucapkan sumpah dan janji apoteker.
4)
Surat
sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin praktek.
5)
Surat
pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi.
c. Lokasi
Menurut PerMenKes RI No. 922/MenKes/PER/X/1993,
lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek
lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk,
jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis, keamanan
dan mudah dijangkau masyarakat banyak dengan kendaraan dan faktor-faktor
lainnya (10).
d. Bangunan
dan kelengkapannya
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, luas
apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan
farmasi dapat terjamin (10).
Persyaratan teknis apotek adalah bangunan
apotek setidaknya terdiri dari:
1)
Ruang tunggu pasien.
2)
Ruang peracikan dan penyerahan
obat.
3)
Ruang administrasi.
4)
Ruang penyimpanan obat.
5)
Ruang tempat pencucian alat.
6)
Kamar kecil (WC).
Selain itu bangunan apotek harus
dilengkapi dengan:
1)
Sumber air yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
2)
Penerangan yang cukup sehingga
dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.
3)
Alat pemadam kebakaran minimal
dua buah yang masih berfungsi dengan baik.
4)
Ventilasi
dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
5)
Papan
nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA),
alamat apotek dan nomor telpon apotek (bila ada). Papan
nama apotek dibuat dengan
ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar
putih dengan tinggi huruf minimal 5 cm dan tebal 5 cm.
e. Perlengkapan apotek
Perlengkapan yang wajib
dimiliki oleh apotek
adalah:
1) Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat, seperti: timbangan, mortir, gelas piala dan sebagainya.
2) Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus, seperti: etiket, wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan
obat.
3) Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi
seperti lemari dan rak untuk penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari untuk
penyimpanan narkotika dan psikotropika.
4)
Alat administrasi
seperti blanko pemesanan obat, kartu stok obat, faktur, nota penjualan, salinan
resep, alat tulis dan sebagainya.
5) Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan
peraturan perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang berhubungan
dengan apotek.
4.
Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan PP RI
No. 25 tahun 1980 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, tugas dan
fungsi apotek adalah:
a.
Sebagai
tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
b.
Sebagai
sarana farmasi tempat dilakukannya kegiatan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c.
Sebagai
sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
d.
Sebagai
sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga
kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan mengenai
khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat (11).
5.
Permohonan Perizinan
Apotek
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
Surat izin sebagaimana dimaksud berupa:
a.
SIPA bagi Apoteker penanggung
jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian.
b.
SIPA bagi apoteker pendamping
di fasilitas pelayanan kefarmasian.
c.
SIK bagi apoteker yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran, atau
d.
SIKTTK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di
fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
fasilitas kefarmasian. Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi apoteker pendamping di luar jam
kerja. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIK, atau SITTK dapat
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. SIPA, SIK, atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang
STRA/STRTTK masih berlaku dan tempat praktek/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum
dalam SIPA, SIK, atau SIKTTK (10).
Dalam mendirikan apotek, apoteker harus
memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu.
Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota). Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan
pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan
wajib melaporkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
adalah:
1)
Permohonan izin apotek diajukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2)
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai Pengawas Obat dan
Makanan (Balai POM) untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.
3)
Tim Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja
setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
4)
Dalam hal pemeriksaaan tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Propinsi.
5)
Dalam jangka waktu 12 (dua
belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA.
6)
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM masih belum memenuhi
syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua
belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
7)
Dalam Surat Penundaan, Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
8)
Terhadap permohonan izin apotek
yang ternyata tidak memenuhi persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan atau
persyaratan apotek, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya.
Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak
lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1)
Pengguna sarana yang dimaksud,
wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.
2)
Pemilik sarana yang dimaksud,
harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan
yang bersangkutan.
6.
Pencabutan Izin Apotek
Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin
apotek apabila:
a. Apoteker
yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai apoteker pengelola
apotek.
b. Apoteker
tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak
memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat
digunakan lagi atau dilarang digunakan dan mengganti obat generik yang ditulis
dalam resep dengan obat paten.
c. Apoteker
pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara
terus-menerus.
d. Terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai narkotika,
obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
e. Surat izin
kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
f. Pemilik
sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang
obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai
apotek.
Pelaksanaan
pencabutan izin apotek dapat dilaksanakan setelah dikeluarkannya:
a.
Peringatan tertulis
kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing-masing 2 bulan.
b.
Pembekuan izin apotek
untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan
pembekuan kegiatan di apotek.
Pembekuan
izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini
dilakukan setelah Kepala Balai POM setempat melakukan pemeriksaan.
Keputusan
pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan/Kota
disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan tembusan kepada
Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai
Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek dicabut,
apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan
farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebgai berikut:
a.
Dilakukan inventarisasi
terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan
seluruh resep yang tersisa di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika
dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
Apoteker pengelola
apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan
inventaris yang dimaksud di atas (5).
No comments:
Post a Comment