Standar pelayanan di apotek,
Pelayanan standar apotek menurut undang undang
1. Pelayanan
Apotek
Pelayanan merupakan kegiatan
atau keuntungan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang
pada dasarnya bersifat tidak kasat mata dan tidak berujung pada kepemilikan.
Dengan semakin meningkatnya persaingan pasar banyak perusahaan mengembangkan
strategi jitu dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, salah satunya adalah
dengan memberikan pelayanan prima yaitu jika perlakuan yang diterima oleh
pelanggan lebih baik daripada yang
diharapkan, maka hal tersebut dianggap
merupakan pelayanan yang bermutu tinggi. Supaya pelayanan prima dapat
selalu diwujudkan suatu perusahaan dalam hal ini adalah apotek, maka
perlu ditetapkan standar pelayanan farmasi di apotek. Tujuan dari
standar pelayanan antara
lain:
a. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
b. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
c. Pedoman dalam pengawasan praktek apoteker.
d. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Peraturan yang mengatur tentang
Pelayanan Apotek adalah KepMenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/2004 meliputi:
a. Pelayanan
resep
1) Skrining
resep
a) Persyaratan
administratif, seperti nama, SIK dan alamat dokter; tanggal penulisan resep,
nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien, nama obat, potensi,
dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya.
b) Kesesuaian
farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
dan lama pemberian.
c) Pertimbangan
klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat dan
lain-lain.
2) Penyiapan
obat
Peracikan yang merupakan kegiatan
menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah.
a) Etiket
harus jelas dan dapat dibaca.
b) Kemasan
obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga kualitasnya.
c) Penyerahan
obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara
jumlah obat dengan resep dan penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai
pemberian informasi obat kepada pasien.
d) Apoteker
memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah di mengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas yang harus dilakukan dan dihindari serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
e) Apoteker
harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien. Konseling terutama ditujukan untuk pasien penyakit kronis
(hipertensi, diabetes melitus, TBC, asma, dan lain-lain).
f) Setelah
penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat.
b. Promosi
dan edukasi
Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang ingin melakukan upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit yang ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lain.
c. Pelayanan
residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan
juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk
kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (Patient Medication Record).
No comments:
Post a Comment