Ilmu Farmasi : Laporan, Makalah Praktikum Penentuan Spektrum Kerja Antibiotik,
I. Tujuan
Tujuan percobaan penentuan spektrum
kerja antibiotika diharapkan :
·
Terampil dan
memahami cara menguji spektrum suatu antibiotika.
·
Mamnpu
membedakan antibiotik spektrum luas dan spektrum sempit.
·
Memahami
penggunaan antibiotika spektrum luas dan antibiotika spektrum sempit.
II. Teori Dasar
Spektrum
kerja adalah luasnya daerah kerja antibiotika terhadap berbagai spesies
mikroba. Pengelompokan antibiotik berdasarkan spektrum kerja meliputi :
a.
Spektrum kerja
luas
Antibiotik
spektrum kerja luas dapat dapat bekerja terhadap bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif dan mikroba lain seperti klamidia, mikroplasma, riketsia. Penggunaan
spektrum luas digunakan apabila identifikasi kuman penyebab susah dilakukan
namun kerugiaanya dapat menghambat pula bakteri flora normal dalam tubuh.
b.
Spektrum kerja
sempit
Antibiotik
spektrum sempit umumnya terbatas pada bakteri gram posif atau gram negatif
saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap
mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap
kuman gram-negatif.
c.
Spektrum kerja
relatif luas
Antibiotik
spektrum relatif luas dapat bekerja pada bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif. Pada dosis rendah antibiotik jenis ini akan bekerja sebagai antibiotik
dengan spektrum kerja sempit, dan pada dosis yang tinggi antibiotik ini dapat
bekerja pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
d.
Spektrum kerja
spesifik
Berbeda dengan
antibiotik spektrum luas dan antibiotik spektrum sempit, antibiotik jenis ini
bukan bekerja pada bakteri gram positif atau gram negatif, tetapi lebih
spesifik lagi yaitu bakteri yang bersifat aerob dan bakteri yang bersifat
anaerob.
Untuk
menguji spektrum kerja suatu antibiotik digunakan bakteri uji gram positif dan
bakteri uji gram negatif dengan metode difusi agar (cakram kertas). Sebagai
bakteri uji dapat digunakan bakteri gram positif seperti : Staphylococcus
aureus, Bacilus subtilis atau Sarcina lutea dan bakteri gram
negatif seperti Escherichia coli atau Salmonella typhi.
a.
Staphylococcus
aureus (Bakteri gram positif)
Staphylococcus aureus
(S. aureus) adalah bakteri gram positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora
dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter
sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC
dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal
manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran
pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan
atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat
biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika
resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka,
atau perlakuan menggunakan steroid
atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi S. aureus
diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat,
pneumonia,
meningitis,
dan arthritits.
Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah,
oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase,
yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O
dan O2, dan koagulase,
enzim yang menyebabkan fibrin
berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena
penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar
bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis
terhambat.
Gambar 2.1 Staphylococcus aureus
Hampir
semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada
penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat
resisten β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin. Sebagian isolat S.aureus
resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat
penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang
mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi
β-laktam tidak responsif. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap
MRSA adalah vankomisin.
b.
Escherichia coli
(Bakteri gram negatif)
Escherichia coli,
atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies
utama bakteri
gram negatif.
Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich
ini dapat ditemukan dalam usus besar
manusia.
Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti E. Coli
tipe O157:H7, dapat mengakibatkan
keracunan makanan yang serius pada manusia. E. Coli yang tidak berbahaya
dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K2,
atau dengan mencegah baketi lain di dalam usus.
Termasuk ke dalam
divisi Prothophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales,
famili Enterobacteriaceae, dan genus Escherichia (Salle, 1961).
Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus
dan pendek, bergerak dengan flagel peritrik atau tidak dapat bergerak. Ukuran
sel umumnya berdiameter 0.5 μ dan panjang 1-3 μ (Salle, 1961).
Bakteri Escherichia coli
merupakan bakteri coliform, bakteri coliform merupakan golongan bakteri
intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia Bakteri coliform adalah
bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya,
sebenarnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran
bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran
dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan
bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana
daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Krisna, 2005). Perhatikan gambar 2.2
dibawah ini:
Gambar 2.2 Escherichia coli
Bakteri Escherichia
coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi kandung kemih dan
merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda
(Jawetz, 1992). Selain itu, dapat menyebabkan infeksi saluran empedu, hati,
cystitis, meningitis dan penyakit infeksi lainnya. (Salle, 1961).
E. coli
banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika.
Biasa digunakan sebagai vektor
untuk menyisipkan gen-gen
tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E. Coli dipilih karena
pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.
III. Alat Dan Bahan
Tabel 3.1 Alat
dan bahan :
Alat
|
Bahan
|
|||
Bakteri
|
Medium
|
Antibiotik
|
||
Vortex
Pipet
Eppendorf
Inkubator
Autoklaf
|
Aluminium
foil
Cakram kertas
|
S. aureus
E. coli
|
Nutrien agar
Nutrien broth
|
Ampisilin NA
Tetrasiklin
HCl
Kloramfenikol
|
IV. Prosedur
Alat, medium agar, air suling, dan
cakram kertas disterilisasi menggunakan autoklaf pada 110°-115°C
selama 20 menit. Medium agar disiapkan di dalam tabung reaksi masing-masing 15
ml dan air suling di dalam erlenmenyer, dan cakram kertas disterilisasi dalam
cawan perti.
Masing-masing bakteri disuspensi di
dalam medium Nutrien Broth (air kaldu), dan diinkubasi pada 37°C selama 24 jam, kemudian diukur transmiternya pada
spektrofotometer dengan mengatur T 25% dengan penambahan medium cair. Kemudian
dibuat cairan antibiotika masin-masing dengan kosentrasi 100 µg/ml, 10 µg/ml
dan 1 µg/ml.
Pembuatan lempeng agar dilakukan
dengan cara dengan cara medium agar kaldu dicairkan di atas tangas air sampai
mencair, kemudian didinginkan sampai suhu medium agar 45°C sambil digoyang. Masing-masing medium agar dicampur dengan
suspensi bakteri 0.1 ml, kemudian dituangkan kedalam cawan petri, dan dibiarkan
menjadi padat.
Untuk setiap antibiotika digunakan 2
cawan petri. Cawan petri pertama mengandung satu jenis bakteri gram positif
sedangkan cawan petri yang lainnya mengandung bakteri gram negatif. Cakram
kertas kemudian dicelupkan ke dalam larutan antibiotik kemudian diletakkan di
atas lempeng agar. Untuk tipa antibiotika pada bakteri yang sama digunakan 1
cakram kertas. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
V. Data Pengamatan
Tabel 5.1 Data
pengamatan :
Kelompok
|
Cawan Petri
|
Antibiotik
|
Kosentrasi
(µg/ml)
|
Bakteri
|
Hambatan
(mm)
|
I
|
A
|
Ampisilin
|
100; 10; 1
|
S. aureus
|
-
|
B
|
Ampisilin
|
100; 10; 1
|
E. coli
|
10; 17; -
|
|
II
|
A
|
Tetrasiklin
|
100; 10; 1
|
S. aureus
|
23; 19; 8
|
B
|
Tetrasiklin
|
100; 10; 1
|
E. coli
|
9; 7; 6
|
|
III
|
A
|
Kloramfenikol
|
100; 10; 1
|
S. aureus
|
-
|
B
|
Kloramfenikol
|
100; 10; 1
|
E. coli
|
-
|
|
IV
|
A
|
Ampisilin
|
100; 10; 1
|
S. aureus
|
1.5; -; -
|
B
|
Ampilsilin
|
100; 10; 1
|
E. coli
|
1.1; - ; -
|
|
V
|
A
|
Tetrasiklin
|
100; 10; 1
|
S. aureus
|
-
|
B
|
Tetrasiklin
|
100; 10; 1
|
E. coli
|
24; 6; -
|
|
VI
|
A
|
Kloramfenikol
|
100; 10; 1
|
S. aureus
|
-
|
B
|
Kloramfenikol
|
100; 10; 1
|
E. coli
|
-
|
VI. Pembahasan
Pada
percobaan penentuan spektrum kerja antibiotik ini, dilakukan dengan metode
difusi agar atau cakram kertas dengan menggunakan antibiotik Ampisilin
(spektrum luas), Tetrasiklin (spektrum luas), dan Kloramfenikol (spektrum
luas). Untuk Ampisilin bisa digolongkan ke dalam antibiotik dengan spektrum
kerja sempit khususnya untuk bakteri gram positif, dan sebagian kecil untuk
bakteri gram negatif. Oleh karena itulah ampisilin digolongkan ke dalam
antibiotik dengan spektrum kerja relatif luas. Sedangkan untuk bakterinya di
gunakan bakteri gram positif (Staphilococcus aureus) dan bakteri gram
negatif (Escherichia coli). Kedua bakteri tersebut ditanam pada
masing-masing media yaitu air kaldu, kemudian di atasnya diletakkan cakram
kertas yang sebelumnya dicelupkan terlebih dahulu pada larutan antibiotika
dengan kosentrasi 100, 10, dan 1 µg/ml. Yang kemudian di inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
·
Kelompok III
dan VI
Dilihat
dari hasil pengamatan data kelompok III dan VI, pada cawan petri A (S.
Aureus dengan antibiotik kloramfenikol) tidak menunjukan adanya zona bening
disekeliling cakram kertas yang sebelumnya dicelupkan terlebih dahulu pada
larutan antibiotik. Disekeliling cakram kertas tersebut tidak terlihat
tanda-tanda adanya aktivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut. Hal ini
terjadi pada ketiga cakram kertas yang ditempel pada media pertumbuhan bakteri
tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada cawan petri B yang berisi bakteri E.
Coli dengan antibiotik yang sama (kloramfenikol). Zona bening tidak
terbentuk disekitar cakram kertas. Adanya perbedaan kosentrasi pada
masing-masing cakram kertas tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
bakteri-bakteri tersebut.
Dari
hasil percobaan di atas, antibiotika kloramfenikol tidak dapat menghambat
pertumbuhan kedua jenis bakteri tersebut, yang ditandai dengan tidak dihasilkan
daerah zona bening disekitar cakram kertas. Hasil ini sangat bertolak belakang
dengan literatur. Berdasarkan literatur, antibiotik kloramfenikol merupakan
antibiotik dengan spektrum kerja luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan
bakteri garam positif dan bakteri gram negatif. Antibiotik ini bersifat
bakteriostatik terhadap bakteri S. aureus berdasarkan perintangan
sintesa polipeptida bakteri dan bersifat bakterisid terhadap bakteri E. Coli.
(Tan Hoa Jay & Kirana Raharja. 2002)
Maka
dengan demikian dapat dikatakan bahwa percobaan ini gagal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor-faktor teknis maupun yang bersifat non teknis seperti :
a.
Adanya
kontaminasi dari lingkungan
b.
Proses
pengerjaan yang kurang aseptis
c.
Alat-alat yang
digunakan kurang steril dari mikroorganisme-mikroorganisme lain.
d.
Antibiotik yang
digunakan telah terurai
e.
Kedua bakteri
tersebut telah resisiten terhadap kloramfenikol.
·
Kelompok I dan IV
Dari
percobaan kelompok I dan IV diperoleh hasil yang berbeda dengan kelompok III
dan VI. Pada kelompok ini antibiotik yang di uji menunjukan aktivitas terhadap
salah satu jenis bakteri. Pada kelompok I, cawan petri A tidak menunjukan
adanya aktivitas antibiotik ampisilin terhadap bakteri S. aureus yang
ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening pada cakram kertas baik pada
cakram kertas dengan antibiotik kosentrasi rendah maupun pada antibiotik
kosentrasi tinggi. Hal yang berbeda ditunjukkan pada cawan petri A kelompok IV.
Pada kelompok ini, cawan petri A yang berisi
bakteri S. aureus dengan antibiotik Ampisilin menunjukkan adanya
zona bening disekitar cakram kertas dengan diameter hambatan 1,5 mm. Akan
tetapi daerah zona bening ini hanya terdapat pada cakram kertas dengan
antibiotik kosentrasi 100 µg/ml saja. Cakram kertas konsetrasi 10 dan 1 µg/ml
tidak menunjukkan aktivitas.
Sedangkan
pada cawan petri B kelompok I menunjukkan adanya aktivitas ampisilin terhadap
bakteri E. coli, yaitu pada cakram kertas ampisilin kosentrasi 100 µg/ml
dan 10 µg/ml menunjukkan adanya daerah zona bening dengan diameter hambatan
masing-masing 10 mm dan 17 mm. Pada kelompok IV, cawan petri B hanya
menunjukkan zona bening pada cakram kertas kosentrasi 100 µg/ml dengan diameter
hambatan 1,1 mm. Maka dari data di atas dapat dikatakan bahwa antibiotik
Ampisilin memiliki spekrum kerja luas, karena dapat bekerja pada kedua jenis
bakteri tersebut. Lebih tepatnya lagi spektrum kerja relatif luas.
Hasil
percobaan di atas menunjukkan bahwa antibiotik Ampisilin memiliki spektrum
kerja luas. Hasil ini sama halnya seperti yang pada literatur yang mengatakan
bahwa Ampisilin merupakan antibiotik dengan dengan spektrum kerja luas. (Tan
Hoa Jay & Kirana Raharja. 2002)
·
Kelompok II dan
V
Kelompok
II dan V menggunakan antibiotik uji Tetrasiklin. Cawan petri A dan B (kelompok
II) menunjukkan adanya aktivitas Tetrasiklin terhadap bakteri S. aureus dan
E. coli yaitu adanya daerah zona bening. Daerah zona bening terbentuk
pada semua kosentrasi antibiotik. Dengan diameter hambatan seperti pada data
pengamatan.
Berbeda
dengan kelompok II, pada kelompok V aktivitas Tetrasiklin hanya terlihat pada
cawan petri B (bakteri E. coli). Daerah zona bening pun hanya terbentuk
pada cakram kertas dengan kosentrasi 100 dan 10 µg/ml, dengan diameter hambatan
24 dan 6 mm.
Hasil
ini menunjukan bahwa antibiotik Tetrasiklin merupakan golongan antibiotik
dengan spektrum kerja luas, yaitu mampu membunuh ataupun memghambat pertumbuhan
kedua jenis bakteri tersebut. Tetrasiklin juga merupakan antibiotik spektrum
luas yang luas. Hal ini ditandai dengan adanya daerah zona bening pada
kosentrasi yang paling kecil (1 µg/ml) sekalipun.
Berdasarkan
literatur, antibiotik Tetrasiklin merupakan antibiotik spekrum kerja luas yang
mana antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif, kecuali golongan Pseudomonas dan Proteus. (Tan Hoa Jay & Kirana Raharja. 2002)
Dilihat
dari hasil percobaan masing-masing kelompok, dapat disimpulkan bahwa ketiga
antibiotik uji (Ampisilin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol) ini merupakan
antibiotik dengan spektrum kerjanya luas.
VII. Kesimpulan
·
Penentuan
spetrum kerja antibiotik dapat dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar
(cakram kertas).
·
Antibiotik
spektrum luas bekerja pada bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Sedangkan antibiotik spektrum sempit hanya bekerja pada bakteri gram positif
atau bakteri gram negatif saja.
·
Antibiotik
spektrum luas digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
gram positif ataupun bakteri gram negatif. Sedangkan antibiotik spektrum sempit
digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif atau
bakteri gram positif saja.
·
Ampisilin,
Tetrasiklin, dan Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum kerja luas.
VIII. Daftar Pustaka
Hoan Tjay, Tan
& Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting edisi Kelima.
Jakarta
: Gramedia.
J. Pelczar,
Michael & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1.
http://www.masbied.com/2010/06/03/antibiotik/
[Disusun Mahasiswa Farmasi Unisba]
No comments:
Post a Comment